Baby and motherhood

Cerita Kelahiran Alana – Persalinan

13th April 2020 - 9 min read

………..

Malam itu pulang dari Rumah Sakit aku diem aja, di mobil pun diam berusaha mengubur mimpi untuk waterbirth. Sampai malam dan tidur pun aku masih dalam proses accepting, ikhlas dan berserah. Besok paginya, aku bilang Damar.. “Ayo hari ini kita ke rumah sakit”.

Hari itu hari Jum’at tanggal 18 Oktober 2019, kami melakukan hal yang tidak kami antisipasi sama sekali sebelumnya.. ke rumah sakit, daftar untuk melahirkan dan opname induksi. Sama sekali nggak kebayang. Bahkan di rumah sakit pun disorientasi nggak tahu harus kemana. Hari itu kami ditemani mamaku dan mama Damar. Kami memilih kamar dan mulai membuat kamar terasa nyaman dengan barang-barang yang kami bawa dari rumah (gym ball, lampu remang, difusser). Malam itu, aku diberi obat puyer induksi yang pertama… Untuk kemudian setiap 4 jam dicek progress dan meminum kembali. Besok paginya mulai ada bercak-bercak yang menandakan bahwa mulut rahimku melunak dan dicek dalam, terjadi pembukaan 1 (alhamdulillah).. kemudian obat pun dihentikan dengan harapan untuk memberi kesempatan tubuh melanjutkan proses alaminya. Dr Hariyasa tau betul kami ingin mendapatkan kelahiran yang senatural mungkin dan pervaginam, dia pun melakukan yang dia bisa untuk mendapatkannya.

Semua proses dilakukan oleh Bidan, bukan dr Hariyasa langsung, tapi dengan arahan dan observasi dari dr Hariyasa melalui telpon. Setelah menunggu, ternyata tidak ada kenaikan pembukaan yang signifikan yang artinya puyer induksi harus diberikan lagi. Sampai siang masih sama, sore diberikan puyer lagi, malamnya masih sama, besoknya dicek dalam dan akhirnya ketemu dengan dr Hariyasa-nya sendiri. Kali itu tidak hanya cek dalam tapi juga cek USG. Yang hasilnya bikin kita kaget dan jadi penentu langkah apa yang harus dilakukan setelahnya..

Dr Hariyasa bilang, posisi Alana tidak optimal dengan kepala yang menunduk sehingga sekeras apapun dia di dalam sana berusaha, akan sulit untuk menambah bukaan. Selain itu bentuk rahimku yang agak maju ke depan (sedikit gantung), membuat kondisi semakin sulit untuk progress. Sedangkan, air ketuban pun semakin sedikit.

Namun saat itu, kontraksi terus bertambah.. Aku baru tahu, bahwa kontraksi bertambah tidak berarti pembukaan juga akan bertambah. Aku sudah  2,5 hari atau 48 jam lebih berjuang untuk lahir normal.. dr Hariyasa tau sekali itu dan bukan tanpa alasan dia akhirnya mengatakan …..

dengan kondisi seperti itu dan sudah lama kalian menunggu, saya menyarankan untuk dilakukan operasi‘. Ambyaaaaarrrrrrr rasanya.. tapi belum nangis  karena masih berusaha mencerna plus malu nangis di depan dokter hehe. Sampai di jalan keluar saat dr Hariyasa akan menutup gorden, dia bilang …..

‘saya tau sekali kalian ingin melahirkan secara natural, saya salut sekali dengan perjuangannya.. kalian sudah melakukan semua, tapi rencana Tuhan bisa berbeda’. Disitu udah nggak kebendung lagi.. Pupus semua harapan dan mimpiku untuk melahirkan secara natural ..

Cuma bisa nangis sambil dipeluk Damar.. He was everything. Aku nggak kebayang ngelewatin ini sendirian.. Disitu aku mulai bersyukur. Aku masih menangis sampai tidak berani masuk ke ruang inap kami karena di dalam situ ada orang tua kami berdua. Akhirnya kami berdua duduk dipojokan berpelukan…… sedih tapi dengan cepat kami kembali pada pijakan kami untuk berjuang.

Kira-kira gini proses cernanya,

Kami sudah melakukan semua yang aku bisa, pun dari semenjak kehamilan

Adik bayi juga bukan tidak berjuang, dia pasti berjuang keras di dalam sana untuk keluar

Yang paling penting dari ini semua adalah ketenanganku, kesehatanku dan bayiku

Dari situ aku mulai mengatur nafas dan mulai senang karena sebentar lagi akan ketemu adik bayi yang tumbuh di rahimku….

 

Setelah itu pun kami memutuskan untuk memberi kabar kepada orangtua, support dari mereka luar biasa! Kayanya mereka juga sudah nggak sabar untuk ketemu dengan cucunya hehe dan sebetulnya mereka hanya ingin apapun yang terbaik untuk kami. Maka saat itu juga kami menelpon bagian kebidanan dan mengatakan kesediaan kami untuk operasi malam itu juga.

Aku pun siap-siap dengan penuh harap dan bahagia, mandi keramas dan pakai lipstik. Berdoa dan mohon restu kepada seluruh orang tua.. Damar pun begitu, dia akhirnya memakai baju kemeja pink yang sudah disiapkan untuk hari spesial itu. Sekitar pukul 7 malam, kami ke atas ditemani orang tua kami berdua. Disana aku masuk hanya boleh ditemani Damar. Proses pertama adalah pasang infus dan ngobrol dengan dokter anastesi (baik sekali orangnya sangat tenang, bikin akupun juga tenang – sungguh, dokter dengan vibe yang positif itu betul-betul segalanya). Dokter anastesi menceritakan bagaimana prosesnya.. Dia pun mulai meng-observasi karakter dari punggung dan tulang belakang, sehingga saat waktunya datang untuk memberi epidural, dia sudah familiar dengan bentuknya.

Ohya, satu hal lagi… saat kami tiba di tempat bersalin, disitu kami baru dikabari bahwa ternyata Damar tidak diperbolehkan untuk masuk dengan alasan akan terlalu banyak orang nanti di dalam. Oeeefffff rasanyaaaaa.. begitu banyak hal yang diluar kendali kami. Aku pun mengatur nafas dengan cepat dan berusaha beradaptasi dengan keadaan secepat mungkin. Sedih hanya sebentar, kemudian kami excited lagi akan segera bertemu dengan Alana.

Kontraksi semakin kencang datang sehingga kali ini aku sudah tidak tahan untuk tidak meringis kesakitan.. Namun berusaha tenang dengan nafas dan percaya bahwa ini semua akan segera berlalu. Damar beri peluk dan cium dia sebelum aku dipindah ke ruang operasi. He really showered me with love that made me believe we will get through this together. Begitu sampai di ruang operasi, terang, tidak kenal siapa-siapa.. Aku disuruh menghadap ke kiri untuk disuntik, sambil menahan kontraksi hebat yang aku rasakan tiba-tiba hitam.. aku nggak ingat lagi…..

Tiba-tiba aku merasa aku dipakaikan gurita, yang artinya proses persalinan telah selesai. Aku tidak mendengar suara Alana sama sekali, sehingga setengah sadar aku bertanya dimana bayinya, apakah semuanya sehat, sempurna dan baik? Alhamdulillah dokter dan suster disitu berkata Iya.

Karena melewati proses caesar aku pun harus masuk ruang observasi, Alana juga harus masuk ke ruang inkubasi juga untuk diobservasi. Sedih rasanya aku tidak bisa IMD dan memeluk Alana saat itu.. tapi hanya sekilas saja, sisanya rasa bersyukur aku masih hidup saat itu dan Alana pun sempurna.

Setelah 1 jam, aku dipindahkan ke ruang inap.. disambut dengan ciuman Damar, Bapak, Mama, dan Papa Mama Damar. Ditunjukkan foto Alana.. cantik, sehat, sempurna. Alhamdulillahh..

 

Pukul 00.30 Malam itu aku pun tenang beristirahat di kamar, dikelilingi dengan kebahagiaan orang tua kami dan juga Damar.. Kami mendapat telepon malam itu mengabarkan bahwa bayinya baru akan dibawa ke kamar besok karena sudah terlalu malam dan aku harus istirahat. Aku pun ikhlas… at this point, aku menerima apapun keadannya, kaya udah dalam accepting mode gitu, walaupun sedih juga membayangkan dia di dalam kotak kecil sendirian 🙁 Malam itu aku excited untuk bertemu Alana paginya. Oya, namanya waktu itu belum Alana yaa.. karena masih ada di antara 2 pilihan 🙂

Besok paginya, kami diketemukan dengan bayinya.. she really is an Alana. And there she was…. My first time ever looking at those 2 beautiful round eyes and my first time ever nursing. My happiness was beyond words! We are so grateful. Thank you Allah. Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillahh….

Ini cerita kelahiran Alana.. Tidak ideal namun tetap indah, karena sejatinya Alana lah inti dari semua cerita ini. Thank you Alana… Thank you Allah.

 

Setelah selesai diinfus

 

Happy 🙂

Peluk Lana agar temperaturnya terjaga 36.5-37 derajat celcius

Alana 1 bulan

 

 

You Might Also Like

No Comments

Leave a Reply