Haji dari Belanda Hidup di Belanda

A very humble experience

4th September 2018 - 6 min read

Sesuatu yang ditunggu-ditunggu dari beberapa tahun lalu akhirnya datang dan terealisasi. Setelah kurang lebih 3 minggu, akhirnya kami kembali ke kehidupan dunia.. Kali ini saya nggak menyebut kembali ‘reality‘ seperti yang saya biasa bilang saat kembali dari berlibur.  Karena 3 minggu kali ini super spesial. Bukan berlibur, tapi beribadah (dan sedikit-sedikit ziarah plus visit-visit pasar di sekeliling – of course :P). Mohon doanya semoga semua amalan kami diterima dan dosa-dosa kami dihapuskan Aamiiin.

Dan buat saya ‘reality’ adalah saat berada disana beribadah dan menghadap, terutama simulasi kiamat di Padang Arafah juga Mina dan Muzdalifah. Bukan saat saya disini mengetik laptop dan memikirkan kerjaan, terutama bukan saat sedang berlibur.

Because reality happens after life and because reality equals to immortality in which we are all heading to. That is what I felt when I was there… A sense of worship, surrendering, ego-less and my concern to after life of mine and people I love..

Saat kemarin di sana, saya (juga berkat motivasi Damar) bercita-cita setelah balik untuk share dengan sebelumnya meluruskan niat bahwa motifnya nggak lebih dari sharing melalui tulisan blog. Saya ngerasa teramat beruntung karena kakak kandung saya yang tinggal di Belanda dan beberapa teman dekat sudah melaksanakan ibadah ini beberapa tahun lalu. Banyak info (juga barang-barang) yang bisa saya dapatkan dari mereka, tapi bahkan itu pun tidak mendetil seperti apa yang saya alami sendiri di sana. Ada beberapa hal yang I wish I have known before. Dari soal itinerary, ekspektasi kegiatan-kegiatan disana, gimana makanan di sana, apa yang harus dipersiapkan dll. Semoga ini menjadi amal jariyah, bukan malah sebaliknya. It’s also for what I want to look back in the future.. Just like my other posts 🙂 

Dengan motivasi itu, saya pengen bikin seri mengenai Haji dari Belanda. Jadikan ini hanya sekedar acuan, bukan standard. Karena pasti setiap tahun berbeda, entah menurun ataupun meningkat. Baiknya tetap pergi tanpa ekspektasi tapi bukan berarti tidak bersiap sebaik mungkin. Saya juga pengen menyemangati kalian-kalian yang masih muda untuk bermimpi dan berniat beribadah sedini mungkin. Untuk yang di Indonesia yang sudah bisa DP, segera lakukan.. Percayalah bahwa jalan itu pasti akan ada. Untuk yang bermimpi untuk kuliah di luar negeri, jika mungkin, masukan ini sebagai salah satu hal untuk dilakukan sebelum kembali ke tanah air

Kenapa berhaji di usia muda?

Kalau ditanya hingga waktunya berangkat pun, saya masih mentally nggak siap. Meski persiapan logistik sudah sedetil mungkin, namun urusan mental menurut saya adalah sesuatu yang paling sulit untuk disiapkan secara matang. Di awal-awal ada keinginan untuk berhaji, rasanya malu sekali datang ke tanah suci dengan dosa yang amat banyak, masih belum berhijab, dll. Takut dan super deg-degan rasanya.. Tapi saya yakin, sampai kapanpun kita nggak akan pernah siap….

Kesiapan yang membantu untuk menyiapkan mental adalah banyak berdoa, bertobat dan minta diberi keyakinan juga mendengarkan kajian-kajian mengenai haji.

Dulu sempat berpikir saat berhaji dari luar negeri, kita bisa keblinger, asal punya uang kita bisa berangkat. Tapi sebenernya nggak, ada satu komentar dari salah seorang petugas Haji asli Indonesia yang berdomisili di arab yang hingga hari ini masih terngiang di telinga saya. “Orang yang bisa naik haji itu adalah orang yang terpilih, kadang orang yang punya uang tapi tidak ada waktu, kesehatan atau energi untuk pergi, kadang punya uang dan tenaga tapi tidak ada waktu, ada orang punya uang tenaga kesehatan waktu tapi belum ada panggilan, ada orang yang ingin sekali pergi punya kesehatan namun tidak bisa pergi.” Banyak sekali variabelnya..

Jadi saat variabel itu utuh, ada.. semua positif. Carilah panggilan itu walaupun belum ada.. Cari.. Karena berarti haji sudah menjadi sebuah kewajiban. Umur nggak ada yang tahu, dan saya nggak tahu mau jawab apa nanti saat ditanya malaikat mengapa nggak berhaji. Naudzubillah himindzalik. Saya nggak henti-henti bersyukur bisa punya kesempatan ini. Alhamdulillah..

Ada apa dengan Haji dari Belanda atau generally dari luar Indonesia?

Waktu menunggu

Umumnya di Belanda hampir tidak ada waktu menunggu. Jadi setiap negara mendapat kuota dari pemerintah Arab Saudi. Saya nggak tahu pastinya berapa tapi yang jelas di Belanda supply lebih banyak dari demand. Walaupun itu sudah taken into account penduduk-penduduk Belanda dari Maroko dan Turki yang rata-rata muslim. Jadi walaupun kita tiba-tiba dapat rejeki dan daftar 5 bulan sebelum berangkat, pun masih mungkin. Hanya saja, itu jangan dijadikan alasan untuk menunda-nunda karena saya bisa bilang semakin tahun semakin banyak peminatnya juga karena semakin banyak juga mahasiswa dari beasiswa seperti LPDP dll yang datang yang menggunakan kesempatan untuk berhaji mumpung tidak harus menunggu. Kalau sudah matang, pilih-pilih travel, kemudian daftarlah..

Harga vs Fasilitas

Hanya ada 1 macam fasilitas berhaji dari luar negeri yang bisa dibilang dengan fasilitas seperti ONH Plus. Dengan harga yang jauh lebih murah dari ONH Plus. Pastinya dengan plus minus yang mungkin didapat di ONH Plus seperti persiapan manasik yang thorough dan dikordinir, barang-barang logistik yang disiapkan dll. Haji dari luar Indonesia (khususnya Belanda – dan yang saya alami sendiri) lebih banyak kemandirian dibanding koordinir.

Perbedaan yang lebih detil akan saya share di blog berikutnya. Stay tuned.. 🙂

Beranilah bermimpi dan imani mimpimu itu, percayalah akan ada jalan – MSI

You Might Also Like

No Comments

Leave a Reply