Browsing Category

Hidup Minimalis

Hidup Minimalis Zero Waste Journey

Hal-hal yang saya berhenti membeli

25th March 2018 - 5 min read

Beberapa barang yang saya sudah nggak lagi beli, karena saya sadar itu sebenernya nggak terlalu penting dan butuh untuk saya. Dan mungkin juga nggak terlalu kalian butuhkan. Karena bahwasanya hidup secukupnya itu enteng dan membahagiakan….

 1. The “shoulds”

Banyak miskonsepsi soal apa yang membuat rumah menjadi ‘rumah’. Seperti harus ada TV, CD player, PS, harus punya banyak macam sprei, sandal rumah, gelas piring fancy untuk tamu dll. Dont buy things because you SHOULD. Well I did it and I learnt from it. Hanya soal waktu kami akan menjual tv di rumah kami. Karena intensitas pemakaian hanya sedikit dan di waktu luang biasanya kalau nggak sibuk dengan laptop kami masing-masing, kami keluar rumah atau have people over untuk ngobrol.

Soal bathrobes, sprei, lap dan lain-lain, to be honest dua itu cukupWith a good quality ones, karena yang kita perlukan hanyalah pengganti saat yang satu lagi dicuci. That is all! Bener nggak? And dont buy things that won’t last. Go for a better quality.

2. Duplicates

Lima gunting, dua peelers, dua handphone (yang mungkin satunya udah nggak kerja), empat bathrobes. Seringnya kita beli barang baru tanpa clear out dulu barang yang lama (yang udah rusak atau bahkan yang kita nggak tau di dalam rumah). Kadang kita mikir, ah saya nggak punya gunting, padahal ada dan kamu lupa karena jarang banget dipake atau mungkin kamu kira hilang. When you have less stuff, this thing won’t happen.

Kalau misalnya ada barang di rumah yang udah rusak, throw it or better yet find another home for it before you get a new stuff.

3. Spur of the moment – Diskonan

Dulu jaman kuliah, saya kerjaannya berburu diskonan. Masuk ke toko nggak jelas apa yang mau dibeli, justifikasi bahwa saya memerlukan sesuatu yang sebenernya saya nggak perlukan demi kebahagiaan sesaat. Hafal banget waktu-waktu diskon pada jamannya mulai dari H&M, Zara, River Island, dan macam-macam toko lainnya. Sekarang saya udah sama sekali nggak ngerti kalau ditanya sama mama (karena mama suka sekali dengan fashion dan bajunya buanyak banget – kemungkinan besar memang saya ketularan hehe). Dan saya nggak ngerasa terbebani dengan pakai barang-barang sama setiap hari. Mungkin itu salah satu kelebihan tinggal di luar negeri karena social pressure yang rendah, walaupun akhirnya saya percaya itu semua pilihan ya. Saya beruntung bisa adapt dengan kebiasan yang menurut saya baik ini.

Untuk tetap mendapatkan diskonan, biasanya saya list barang yang saya dan Damar perlukan. Biasanya kalau ini menyangkut barang-barang yang tingkat ke-urgensi-annya rendah seperti jaket gunung, alat camping, baju dalem dll. Saya termasuk tipe orang yang pemikir banget kalau beli-beli sesuatu kadang suka kesel ke diri sendiri karena jadi lama banget kalau harus belanja atau milih sesuatu, tapi sebenarnya itu blessing in disguise karena saya selalu mikir berkali-kali untuk membeli sesuatu yang baru. Akan banyak pertimbangan sekarang-sekarang ini untuk membeli sesuatu yang baru.

4. Cleaning products

Banyak macam-macam tipe pembersih. Perusahaan-perusahaan itu menciptakan perbedaan ‘fungsi’ untuk berjualan, bukan karena kita perlu. I stick with standard all purpose cleaning (vinegar – resep disini) dan pembersih untuk marble+batu.

5. Ingredients buat di dapur yang nggak ngerti kegunaannya

Being adventurous is nice. Ini bicara pengalaman banget sih, karena kalau ke toko kadang liat barang diskonan dan mata jadi ijo walaupun nggak ngerti barang itu buat apa. Jadi sekarang biasanya saya beli yang super basic, food ingredients I know I will use. Karena akhirnya akan berakhir di tong sampah saat sudah kadaluarsa. Saya jadi inget punya garam masala yang harus saya pakai sebelum kadaluarsa. Dulu beli ini karena it sounds really indian dan padahal untuk bikin makanan india nggak harus selalu perlu spice itu. Always do a proper research before picking things up from Supermarket shelves. 

6. Fancy tech things

Kalau kalian perlu hal ini untuk pekerjaan kalian, it’s okay. Karena barang itu akan serves its purpose dengan baik. Tapi kalau nggak butuh dan bahkan nggak tau cara pakainya, baiknya dihindari. Kalau kalian nggak terlalu into photography, why buy something expensive. Maksimalkan apa yang kita punya dulu, mungkin dengan Iphone dan belajar dari situ dulu sekalian mencoba apakah kita bener-bener suka dengan itu.

7. Fun Kitchen Gadget

They’re fun, but how often do we use it. I also stop giving people that.

8. A million make up products or brushes

Make up di tas make up saya hanya ada eyeshadow pallete, blush on, eyeliner, concealer, lipstik, mascara dan brush untuk eyeshadow. Udah itu aja dan nggak berencana untuk beli lebih. Semuanya satu kecuali lipstik (4 biji), because why do you need more? 

Indonesian minimalist

Semoga menginspirasi untuk lebih selektif mengurangi barang dan fokus ke what is important 🙂

Hidup Minimalis Zero Waste Journey

Hal-hal yang bisa disingkirkan untuk hidup Minimalis

15th March 2018 - 6 min read

Buat saya, minimalis bukan tentang berapa banyak atau sedikit hal yang kita miliki. Bukan juga soal memaksakan diri kita untuk let go sesuatu yang berarti untuk kita. Nggak ada yang salah dengan punya barang karena beberapa hal membuat hidup lebih mudah, lebih indah, lebih bahagia, dan lebih nyaman.

Tapi hal yang perlu dimiliki oleh kita adalah kesadaran. Sadar akan prioritas dan sadar saat membuat keputusan untuk menyimpan barang, karena salah-salah bisa jadi kita yang dikuasai oleh barang. Tiba-tiba aja rumah bisa jadi penuh dengan barang-barang yang nggak terpakai dan hal-hal yang nggak punya value ke kehidupan kita. Barang semakin bertambah banyak dan tanpa kita tau kita nggak punya cukup tempat.

Setelah ngobrol-ngobrol sama beberapa temen, ternyata banyak juga yang kepengen simplify hidupnya tapi bingung mulai darimana. Untuk saya, saya ngerasa setiap saya pindah rumah, itu adalah momentum untuk mengurangi volume barang yang dipindahkan. Tapi yang penting, tujuannya sudah diset dari awal bahwa pengurangan barang ini akan dimaintain kedepannya.

Kalau emang nggak ada momentum pindahan, mulailah dari tempat yang paling mudah. Kenali hal-hal yang kita yakin nggak menambah nilai di kehidupan kita. Contohnya: lemari yang berantakan dengan sprei dan handuk yang berbeda-beda warna, kenali sebenernya berapa handuk dan sprei yang bener-bener kita perlukan dan kita gunakan. Utilities ekstra di dapur yang sudah tak tersentuh selama bertahun-tahun, berapa banyak piring dan mangkuk yang benar-benar kita butuhkan? Saya baru nyadar kemarin ini bahwa saya sebenernya nggak perlu punya 3 set (x6) piring dan mangkuk di rumah, akhirnya saya kasih ke temen yang kebetulan memerlukan. Dulu tujuan awalnya adalah jaga-jaga kalau ada tamu, but as a matter of fact seberapa sering ada tamu datang dengan jumlah 3 set perangkat makanan. Pun kalau misalnya bener terjadi kita bisa bekerja sama dengan temen deket atau tamu untuk meminjamkan alat mereka.

Saya ngerasa saat saya punya lebih sedikit barang atau at least barang-barang yang bener-bener berarti buat saya, ada perasaan lega karena saya tau apa yang saya punya dan saya benar-benar menggunakan sesuai fungsinya. Perasaan light atau enteng juga jadi salah satu alesan kenapa saya pengen berhidup minimalis.  Rasanya jauh dari suffocated. Dulu waktu saya kuliah, saya bener-bener kebalikannya, kerjaannya beli baju tiap minggu dan selalu nongkrongin toko-toko. Hidup jadi dipusingkan oleh hal-hal yang sebenernya nggak necessary, mulai dari bingung mau naruh baju dimana, beberes lemari yang akhirnya jadi berantakan lagi, mau pake baju apa dan sebagainya.

Juga dari punya yang seperlunya dan hidup sederhana, saya ngerasa belajar untuk nggak attach terhadap benda..

So, let’s get started dari hal yang paling kecil dan mudah dulu.

Getting started is freeing. Amid an endless sea of stuff, simplfying our lives keeps us from drowning.

Memulai adalah membebaskan. Di tengah lautan yang tak ada habisnya, menyederhanakan hidup kita membuat kita tidak tenggelam.

Saya paham banget bahwa memulai adalah hal yang paling exciting tapi juga yang paling susah dikerjakan, karena tanpa panduan yang jelas memang akan membingungkan. Berikut, sedikit rincian barang-barang yang bisa kita get rid of untuk memulai hidup minimalis:

Barang yang kita nggak tahu kegunaannya

Sadar nggak sih kita tuh suka nyimpenin barang-barang yang aneh-aneh yang kadang kita juga nggak tahu esensinya apa. Kayak tempat koin yang lucu-lucu atau alat elektronik murah. Biasanya beranggapan, suatu hari nanti akan butuh, jadi disimpen aja. Padahal saat kita nggak tahu kapan mau pake atau bahkan ga tau kegunannya apa, chances are nggak bakal kepake juga di bulan-bulan ke depan.

Baju yang bikin kita nggak comfortable dan udah lama nggak dipake

Kalau baju yang kita punya nggak bikin kita ngerasa comfort atau cantik, baju itu nggak akan berubah jadi bagus any other day. Kita nggak bakal lebih tinggi, lebih pendek, lebih gendut atau lebih kurus untuk fit baju yang kita punya. Better to donate this.

Kado yang kita kurang perlu atau kurang suka

Sama kayak yang dibilang Marie Kondo, bagian ini adalah bagian yang paling susah. Kita suka ngerasa jahat karena nggak menghargai effort orang yang kasih barang ke kita. Sedangkan tujuan mereka memberi kado adalah membuat kita happy dan menunjukkan perhatiannya. Tapi kalau kadonya malah berbuat kebalikannya karena jadi makan tempat atau kita nggak butuh, mending dikasih ke orang lain supaya kadonya bisa fulfill its purpose for other people. Dan juga sebenernya esensi dari pemberian kado sudah tersampaikan dengan baik, kita jadi tahu bahwa temen kita sayang sama kita.

Barang yang udah rusak

Kalau barang udah rusak, coba dicek bisa dibenerin atau dijual nggak. Dulu saya sering tuh kalau ada barang rusak bakal saya simpen-simpen aja sampai masanya datang, nunggu-nunggu sampai ada orang lain di deket kita yang perlu. Kalau kaya gini mendingan dijual aja. Nggak cuma membebankan energi pikiran tapi juga bisa dapat ekstra uang saku.

Old magazines

Ini juga nih salah satu biangnya. Rasanya suka sayang aja gitu untuk membuang atau mendonasikan majalah-majalah lama yang sudah kita baca. Kadang pengennya adalah dibaca lagi di masa depan tapi biasanya, berbicara dari pengalaman, saya jaraaaanggg banget baca lagi. Biasanya numpuk ajah yang akhirnya jadi berdebu.

All ini all yang paling menyenangkan saat punya barang secukupnya adalah so easy to move out or travel because you just need to pack up your bag. At the end, I want things that fit me, I don’t want myself that fit things.

Less stuff means I need less space, less cleaning, less maintenance=more time, more money, more freedom

 

Hidup di Belanda Hidup Minimalis Zero Waste Journey

Toko bekas – A way to reduce waste

20th January 2018 - 5 min read

Ketika saya memutuskan untuk lebih concious mengurangi sampah, maka saat itulah saya tahu bahwa saya pun harus merubah kebiasaan belanja saya. Baik itu pakaian atau barang-barang rumah tangga.

Di Belanda ini pengolahan barang bekasnya relatif teratur, bahkan ada toko-toko bekas yang dikelola pemerintah. Selain yang dikelola pemerintah, banyak juga yang dikelola perseorangan. Bentuknya pun beragam, dari yang serba murah sampe yang curated dan fancy yang harganya di atas rata-rata barang bekas. Biasanya pilihan pertama untuk menyingkirkan barang-barang adalah titip jual ke platform-platform online. Cara lain dan biasanya cara terakhir adalah kalau nggak donasi, bisa drop ke second hand shop (secara cuma-cuma). For your info, di Belanda barang-barang yang ditaruh di donation bin (ada dimana-mana di Belanda khususnya untuk tekstil) suka end up ke toko bekas juga tapi pemerintah minta bagian untuk kemudian uangnya diputar kembali. Tujuan akhirnya tetap untuk kesejahteraan rakyat mereka, terutama yang kurang mampu. Karena toko bekas itu adalah source terakhir, jadi pilihan barang-barangnya memang nggak semua bagus, tapi kalau teliti dan beruntung bisa dapet barang yang keren dan unik yang nggak pasaran.

Impression dari toko bekas biasanya dari baunya, yang agak berdebu-debu sedep gitu. Which is orang-orang kebanyakan nggak prefer. Tapi kalau dipikir-pikir, agak sedih juga yaa bahwa orang-orang (termasuk saya sendiri) mengasosiasikan bau plastik dengan hal baru. Tapi itulah realitanya dengan konsumerisme jaman sekarang, orang lebih suka berbelanja di toko yang berbau plastik karena baunya berhubungan dengan hal baru. Menurut saya bau toko bekas itu kayak rumah yang udah nggak ditinggalin lama which has so many history in it. Kalau kata ‘bekas’ agak annoying, sebut aja ‘vintage‘. Somehow, reputasi kata ‘vintage‘ lebih baik dari kata bekas 🙂

Pergi ke toko barang bekas bisa bikin kerasa overwhelming bagi banyak orang (termasuk juga saya dulu) tapi saya punya beberapa pengalaman belanja bekas yang terbilang lumayan sukses, jadi saya akan bagikan tips-tipsnya. Beberapa hari yang lalu saya dapet tea pot lucu banget yang selama ini saya idam-idamkan heheh.. Yang paling saya sukai dari belanja di toko bekas adalah bisa berburu yang unik-unik, harga minimal, dan ngurangin carbon footprint.
Semoga bermanfaat yaaa..

  1. Dateng dengan tujuan

    Pas saya kuliah dulu saya suka mengunjungi toko second hand/toko bekas/thrift shop atau dalam bahasa belanda kringloop. Dulu pas masi pecicilan gitu alesannya cuma satu, pengen lihat-lihat dan kalau ada yang bagus pasti beli (padahal gak butuh). Akhirnya barang-barang itu cuma kepake sekali, 2 kali dan jadi piled up di rumah. Dateng tanpa tujuan hanya akan bikin overwhelmed dan berpotensi terjadinya impulsive buying. Jadi, jangan beli cuma karena murah. Kalau bisa, list barang-barang yang perlu dan jangan keburu-keburu. Disitulah art-nya belanja di toko bekas.

  2. Tentukan Budget

    Tentukan harga dari barang yang kamu beli. More or less nggak masalah. Bikin budget dari awal bakal ngerem kita untuk beli barang keburu-buru.

  3. Cuci dulu sebelum pakai

    This is a rule of thumb yang harus kudu banget dilakukan demi kebersihan dan antisipasi gatel-gatel.

  4. Puterin tempatnya yang lama, take your time

    Toko barang bekas penuh dengan harta karun tersembunyi yang kita nggak mau lewatin gitu aja.

  5. Don’t be afraid to walk out empty handed

    Remember, secondhand shopping takes time, dedication and patience. Tapi apapun itu, jangan takut keluar toko tanpa barang. Satu barang yang bisa dipake berkali-kali jauh lebih baik daripada beli 3 barang yang cuma akan dipakai sekali.

  6. Keep an open mind. 

    Kadang lingkungan memberi dampak ke bagaimana sebuah barang akan terlihat. Beri kesempatan dan lihat secara teliti barang-barang yang ada di depan kamu. It might be a big treasure without being noticed.

  7. Bawa tas kain gede

    Biasanya toko bekas nggak nyediain ‘cart’ atau trolley. Jadi tas kain gede akan berfungsi sebagai keranjang. Ini akan bikin kalian bisa lebih fokus berburu daripada harus bingung taruh barang di lengan.

  8. Pakai baju yang lumayan ngepas

    Mungkin untuk yang berjilbab bisa pakai baju pas di dalem kemudian baju yang gedenya diluar. Jadi gampang lepasinnya. Supaya gampang nyoba-nyoba dan ga perlu bolak balik ke kamar pas. Walaupun sampai saat ini belum pernah ke toko bekas yang ada kamar pasnya. Juga pakai sepatu yang gampang pakai lepasnya untuk coba-coba.

  9. Check the size and tag carefully

    Thrift stores terima banyak donasi dari orang-orang, bisa baru ataupun lama. Jadi ukurannya bisa dari negara beda-beda dan ukurannya pun juga beda-beda standarnya. Walaupun tokonya di Eropa belum tentu ukurannya dengan standar eropa.

     

    Toko bekas - A way to reduce waste Toko bekas - A way to reduce waste

Hidup Minimalis Zero Waste Journey

Beginner’s guide to ‘zero waste’ living

7th January 2018 - 3 min read

Saya masih sangat super jauh dari ‘zero waste’ living. Tapi yang namanya merubah lifestyle nggak akan pernah bisa terjadi overnight. Beberapa hari yang lalu saat saya post di insta story mengenai post pertama saya mengenai zero waste, ternyata ada banyak teman yang juga tertarik. Saya jadi belajar bahwa sebenernya ini bukan persoalan baru, banyak yang tertarik tapi nggak tau mau mulai darimana dan bahkan ngerasa bersalah karena hidupnya masih jauh dari zero waste. Tapi bukan berarti karena nggak beli beras grosiran terus jadi sekalian belanja pakai plastik dan selalu beli botol minum. In fact, it’s all process and we just have to start somewhere. 

Jadi untuk saya sendiri atau kalian yang mulai tertarik dengan ‘zero waste’ or ‘less waste’ living, tanamkan di kepala hal-hal ini:

Cari the ‘WHY‘ (alesan kenapa kita pengen ‘zero waste’ living)

Banyak banget macam alesan yang bikin kita tertarik dengan zero waste living. Kalau saya, walaupun bukan surfers atau divers, saya lumayan aware dengan sampah-sampah yang berakhir di laut. Dari laut juga manusia bertahan hidup dengan konsumsinya, kembalinya akan ke kita-kita juga. Sedih juga dengan global warming in general yang lagi menyerang bumi akibat ulah manusia. I want my kids to still see what I see today. Kalau aja kita bisa lebih mindful dalam berperilaku dan lebih mengedukasi diri sendiri soal baik buruknya akan sesuatu, mungkin kerusakan itu akan melambat.

Apapun alasannya, find one you can always go back to!

Make a decision 

First step to anything is just to decide to do it. That’s a starting point of everything! We’ll never get ready to anything 100%, we just have to decide to do it.

Research gimana recycle, donasi, atau menjual barang-barang lama kita

Goal kita semua adalah ‘zero waste‘ jadi jangan dimulai dengan ngebuang semua barang yang udah lama di tempat sampah. Nggak perlu mulai dari nol. Saya masih pakai tas-tas plastik yang saya simpan dulu untuk digunakan kembali. Recycle sebisa kita, donasikan barang yang sudah ngga perlu atau hadiah yang nggak terpakai. Cari cara dimana sebaiknya mendonasi atau menjual barang-barang lama kamu untuk mencegah end-up di landfills.

Cek tempat sampah kamu

Tujuan utamanya sih supaya jadi tau sebenernya sampah macam apa yang paling banyak kita buat. Di kasus saya sudah pasti dari dapur, dari bahan-bahan makanan. Dari situ saya fokus untuk selektif ke masalah belanja mingguan.

Kalau misalnya kalian sering banget take out kopi atau makanan, mungkin bisa beli reusable mug atau meal prepping supaya nggak sering jajan, atau bawa container sendiri. Untuk product junkie, mungkin bisa cari alternatif lain untuk fulfill ‘kebutuhannya’ yang lebih sustainable. Kalau misalnya suka beli perintilan atau baju atau aksesoris, bisa mulai lihat-lihat pilihan toko bekas di flea markt atau second hand store. Dengan ini kita jadi bisa tahu dan memulai perlahan dari prioritas kita nomor satu.

Hidup Minimalis Self growth Zero Waste Journey

Belanja grocery menuju ‘zero waste’

6th January 2018 - 4 min read

Sampah harian yang paling besar asalnya dari rumah tangga alias dapur. Karena itu, untuk mengurangi sampah rumah tangga, sebisa mungkin kurangin jumlah sampah yang berasal dari belanjaan. Dari sinilah pentingnya daftar belanja karena selain untuk menghindari belanja yang nggak perlu, dengan daftar belanja kita bisa siapin kemasan atau kantong dari rumah.

Biasanya saya belanja mingguan setiap hari Sabtu. Bedanya hari ini saya kembali lagi ke Pasar setelah sekian lama. Usahakan memang sebisa mungkin memilih pasar sebagai pengganti pergi ke supermaket. Kalau bisa ke Farmer market/ Pasar Petani, hanya aja belum ada regular farmer market di daerah rumah saya. Ini bakalan lebih effort sih karena Supermarket dan toko-toko lain hanya sejengkal dari rumah saya sedangkan ke pasar perlu waktu sedikit lebih lama (5 menit naik sepeda). Jadi tadi akhirnya saya ke beberapa tempat yang berbeda, ke pasar, ke supermarket dan toko turki. Mungkin minggu-minggu selanjutnya saya akan stick dengan toko turki dan supermarket. Kalau memang mau ke Pasar akan sekalian ke Farmer market.

Inilah tips-tips yang nggak terlalu ekstrim yang juga bisa digunakan untuk memulai belanja  dengan ‘zero waste‘:

1. Bawa +- 2 tas kain besar

Untuk barang-barang besar seperti sayur dan buah bisa langsung masuk ke tas kain besar.

2. Bawa +- 3 tas kain kecil-kecil

Tas kain kecil-kecil ini fungsinya untuk memuat belanjaan yang loose seperti kacang-kacangan, bawang-bawangan atau buah yang kecil-kecil tapi kering (anggur, jeruk mandarin, leci, dsb). Dalam hal ini buah yang gampang berair kayak berries memang agak tricky. Kalau belinya sudah harus pak-pak-an kita jadi nggak punya pilihan lain, tapi kalau dijual loose bisa pakai container dari rumah (liat di poin berikutnya).

3. Bawa lap rumah (cloth atau napkin) yang bersih

Fungsinya untuk meng-cover roti, kacang-kacangan atau belanjaan kecil kering yang butuh untuk dipisahkan

4. Bawa container gelas atau plastik high quality

Ini fungsinya untuk menaruh jajanan-jajanan atau barang-barang basah yang kita beli. Bisa sebagai pengganti tas-tas kecil atau napkin. Nah kekurangannya adalah container ini terbuat dari gelas yang cenderung menambah ekstra berat dari belanjaan kita. Kalau nggak salah jaman sekarang di Indonesia ada brand yang ngasih jaminan wadah plastik seumur hidup, jadi mereka menerima wadah yang sudah rusak dan menukarnya dengan yang baru. Wadah yang rusak akan didaur ulang menjadi wadah baru. Salah satu contoh yang saya tahu adalah twin tulipware. Nggak tahu sekarang masih atau enggak, bisa dicek di web mereka.

5. Bawa tas plastik bekas yang ada di rumah

Karena saya masih super duper pemula jadi saya masih punya simpanan plastik-plastik di rumah. Dan memang masih suka lupa untuk menghentikan penjual-penjual untuk nggak secara otomatis ngepakin dengan plastik. Biasanya plastik ini dibawa untuk mewadahi daging, ayam, ikan atau belanjaan yang basah.

Belanja kali ini masih jauh dari sempurna. Tapi yang jelas saat saya bikin ‘decision‘ untuk menuju ‘zero waste‘ saya jadi lebih mindful belanjanya. Untungnya di Belanda proses recycle gelas dan karton/kertasnya bagus. Jadi walaupun sebisa mungkin menghindari, kalau masih kebeli pun lega juga karena tau akan direcycle dengan baik.

Pada awalnya memang terasa lebih merepotkan. Contohnya untuk nggak keduluan penjual ngepakin di plastik. Perlu kelihaian untuk cepat tanggap dan menyodorkan wadah kita. Mungkin juga cara menimbang yang aneh ini membuat penjual agak malas melayani karena menyita waktunya. Juga kasir yang ngeliriki karena mereka nimbangnya jadi ribet. Salah satu caranya kalau di pasar lihat-lihat dan pilih penjual yang sedang tidak melayani banyak pembeli.

Selamat belanja!

 

Hidup di Belanda Hidup Minimalis Zero Waste Journey

‘Zero waste life’ project untuk pemula

4th January 2018 - 5 min read

Di hari ke-4 tahun baru ini saya pengen share salah satu poin penting dari resolusi yang beberapa hari lalu saya buat, yaitu Zero waste life. Kedengerannya susah dan ribet, kenyataannya emang lumayan susah dan rumit (hehe). So far saya harus bilang tantangannya gede banget apalagi kalau kita orang yang nggak pengen ribet. Tapi lagi lagi, saya nggak bisa terlalu perfeksionis dalam hal ini karena yang ada malah hanya jadi wacana. Saya sebutnya lebih suka ‘less waste‘. Supaya kita lebih concious mengenai our food print.

Salah satu kunci untuk transisi ke habit baru adalah nggak usah terlalu drastis terutama saat kebiasaan itu adalah bagian dari hidup kita sehari-hari. Juga, menerima dengan lapang dada bahwa tantangan itu pasti ada. Kalau memang masih nggak bisa ya nggak apa-apa. Jangan fokus ke kata-kata ‘zero’ tapi ke ‘reduce’nya. Emang bisa jadi frustrating saat lagi di “zero-waste” mode terus liat banyak banget waste yang kita masih buat. Tapi yang perlu kita tau, fokus ke ‘reduce’ atau mengurangi. Sesungguhnya memang ini proses yang panjang dan lama.

Menurut saya, tantangan yang paling utama adalah beli barang-barang yang nggak ‘packaged‘ atau dibungkus karena biasanya di supermarket seluruh barang dibungkus kalau mau memenuhi standar kebersihan dan sebagainya. Nggak usah di supermarket besar, di toko turki kecil-kecil deket rumah saya semua barang jualannya sudah terbungkus rapi dari pabrik. Sedangkan untuk belanja ke Pasar harus di hari-hari tertentu.

Nah, beberapa hal di bawah ini menurut saya adalah hal ‘simple‘ yang bisa kita semua mulai untuk ke arah gaya hidup yang ‘zero waste’. Nantinya bisa ditambah dan ditingkatkan jadi lebih baik lagi dan lagi. Istilahnya ‘habit staple‘. Saat kita sudah terbiasa akan sesuatu, disitulah saat kita untuk mengenalkan habit tambahan yang relate akan habit yang kita sudah terbiasa.

  1. Pakai search engine ECOSIA

ECOSIA adalah search engine yang menanam pohon. Saat kita mencari dengan ECOSIA layaknya kita mencari info dari google, otomatis 1 pohon akan ditanam oleh organisasi-organisasi yang bekerja sama dengan mereka. Super cool concept!!!  Dari search ads yang kita cari mereka dapat income dan dari situ mereka ambil profit 80% untuk menanam pohon. Doing something good by doing you normally do. What can be better than that. And you truly make an impact! Check their planting activities in here. Their aim is 1 billion trees by 2020. So inspiring.

Okay and then let’s First understand 5Rs of waste management which is Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot. Untuk memulainya, kita bisa mulai dari Refuse, Reduce, and Reuse.

    2. REFUSE goodie bags, free stuff, atau bahkan kalau perlu gift yang nantinya berpotensi menyimpan barang di rumah. Bahkan barang-barang itu belum tentu kepake.

      3. Tau nggak berapa lama plastik bisa terurai? 1000 tahun. REDUCE plastik adalah salah satu hal yang paling membantu buat lingkungan. Mulai dari REUSE garment bags atau tas kain untuk belanja. Selalu siapkan satu tas di tas pergi kita, in case kita perlu beli sesuatu yang nggak terencana. Dan kalian harus tau bahwa beli buah dengan plastik transparan itu nggak wajib, kita bisa nggak pake plastik atau bawa tas kita sendiri. Untuk beli barang-barang loose kaya beans atau legumes, mason jar bisa jadi penolong. However, nemuin bulk store di Belanda susah banget.

      4. REFUSE sedotan dari restoran atau cafe. Bilang di awal saat pesen untuk nggak pake sedotan. Kalau memang prefer pakai sedotan, bisa bawa sedotan sendiri dari rumah yang berbahan acrylic atau steel. Emang kudu niat hehe

      5. REUSE botol minum yang bisa diisi kapan aja

     6. Pakai tootbrush dari bamboo. Sekarang saya masih pakai yang elektrik, itu akan jadi waste saat dibuang. Jadi selagi sikat gigi masih berfungsi dengan baik, saya hanya mengganti ujung sikatnya.

    7. Bawa silverware atau peralatan makan yang bisa di REUSE instead of sekali pakai kaya yang kita ambil dari supermarket (Albert Heijn, Jumbo, etc).

   8. Belanja di Pasar karena di Pasar lebih banyak pilihan untuk bahan-bahan makanan atau apapun tanpa ‘packaging‘. Sebenernya sadar atau nggak, less waste ini equals dengan hidup yang lebih sehat. Kenapa? karena sebenernya pilihan kita untuk beli barang yang nggak dikemas itu super limited, it will leave us with fresh food, fruits, veggies and ingredients. No processed food with preservatives for sure.

Mulailah dari yang terkecil dan termudah. Karena itulah yang sebenernya adds up atau terjumlah. Semoga menginspirasi untuk lebih sadar akan footprint kita di dunia ini. Happy less wasting!!!!!!

 

Hidup Minimalis Self growth

Konsep hidup minimalis dan Tips beberes ala Marie Kondo

26th November 2017 - 3 min read

Sekitar 3 tahun yang lalu saya pertama kali denger soal konsep ‘minimalisme’ dari kakak saya. Dia nggak sengaja ketemu TED Talk dua orang Amerika yang menyebut diri mereka ‘The Minimalists’. Ternyata mereka merupakan pioner yang menyebarkan konsep minimalisme di Amerika dan akhirnya di dunia. Lewat blog dan TED Talk-nya,  Mereka sukses mengispirasi banyak banget orang untuk belajar lebih jauh lagi soal minimalisme dan bahkan mengaplikasikan konsep itu ke hidup mereka.

Sejak kecil Bapak saya selalu ngajarin saya dan kakak-kakak saya untuk menjadi manusia sederhana yang tidak berlebih-lebihan, jadi sebenarnya konsep itu bukan hal yang baru bagi saya. Bukan dalam hal berminimalisme-nya tapi dalam hal untuk tidak meletakkan materialisme di atas hal-hal lainnya yang lebih bersubstansi. Saat jaman kuliah dulu saya belum mampu mengaplikasikannya secara drastis, mungkin karena saya masih terlalu naif untuk bisa memprioritaskan mana yang berarti untuk hidup saya. Jadi yang saya lakukan ya secukupnya (yang menurut saya saat itu sudah terhitung drastis), dan saya mulai beberes saat kamar/rumah sudah terlihat berantakan. Biasanya masih ada rasa sayang untuk membuang barang-barang yang ‘berarti’ misalnya baju-baju hadiah, baju yang saya beli mahal (tapi cuma dipakai sekali dua kali), dan lain-lain. Yang bikin saya heran, rapihnya itu bener-bener cuma sesaat dan in no time kamar/rumah saya mulai berantakan lagi.

Sampai akhirnya saya baca buku (rekomendasi dari mas Nicko, kakak saya) yang ditulis oleh Marie Kondo berjudul ‘The Life-changing Magic of Tidying up’.  Ada beberapa point yang saya serap dan sampai sekarang masih ada di kepala saya. Yeslong story short, her method works in my life!

  • Sekali declutter, kita nggak akan perlu untuk declutter lagi
  • Konsep untuk hanya menyimpan barang yang Spark joy. Ini relatif berbeda-beda pastinya setiap orang, tapi pada saat kita menerapkan metode KonMari, kita jadi membiasakan diri untuk menggunakan intuisi dan mendengar mana hal-hal yang penting untuk kehidupan kita. Remember untuk ‘put quality over quantity’
  • Buat 3 kategori saat beberes: untuk disimpan, untuk dipikirkan dan untuk dibuang/didonasikan. Beri 3 bulan untuk kategori ‘untuk dipikirkan’, setelah 3 bulan dan barang itu masih nggak dipakai dan nggak direncanakan untuk dipakai, barang itu harus dibuang/didonasikan.
  • Think “why should I keep this?” instead of “what should I get rid of?”

Berikut ini manfaat-manfaat dari hidup minimalisme/sederhana/secukupnya

  • Clear mind
  • Eliminate our discontent
  • Reclaim our time
  • Live in the moment
  • Pursue our passions
  • Discover our missions
  • Experience real freedom
  • Create more, consume less
  • Focus on our health
  • Grow as individuals
  • Contribute beyond ourselves
  • Rid ourselves of excess stuff
  • Discover purpose in our lives

 

PDF clean up KonMari Method checklist (downloadable)

Blog: https://www.theminimalists.com/

TED Talk: https://www.youtube.com/watch?v=GgBpyNsS-jU

KonMari Book Article: https://lifehacker.com/the-life-changing-magic-of-tidying-up-mind-hacking-adv-1749135755